Senin, 13 Oktober 2014

Penalaran, Proporsi, Inferensi, Implikasi, dan Evidensi

PENALARAN

Penalaran Menurut Para Ahli :

Bakry (1986:1) menyatakan bahwa penalaran atau reasoning merupakan suatu konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk sampai pada suatu kesimpulan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui.

Suriasumantri (2001:42) mengemukakan secara singkat bahwa penalaran adalah suatu aktivitas berpikir dalam pengambilan suatu simpulan yang berupa pengetahuan.

Keraf (1985:5) berpendapat bahwa penalaran adalah suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan bukti, fakta, petunjuk atau eviden, menuju kepada suatu kesimpulan.

Penalaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia :
  • Cara ( perihal) menggunakan nalar, pemikiran, atau cara berpikir logis; jangkauan pemikiran.
  • Hal yang mengembangkan atau mengembalikan sesuatu dengan nalar dan bukan dengan perasaan atau pengalaman.
  • Proses mental dengan mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip.
      Dari definisi-definisi  tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa penalaran merupakan proses pemikiran atau berpikir logis untuk menghasilkan suatu kesimpulan dengan menghubungkan bukti, fakta, maupun petunjuk.

Ciri-ciri penalaran :
1.    Dilakukan dengan sadar,
2.    Didasarkan atas sesuatu yang sudah diketahui,
3.    Sistematis,
4.    Terarah, bertujuan,
5.    Menghasilkan kesimpulan berupa pengetahuan, keputusan atau sikap yang baru,
6.    Sadar tujuan,
7.    Premis berupa pengalaman atau pengetahuan, bahkan teori yang diperoleh,
8.    Pola pemikiran tertentu,
9.    Sifat empiris rasional.

Terdapat 2 metode penalaran, yaitu :

  • Metode Induktif
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Ada 3 macam penalaran induktif :

1. Generalisasi
    Merupakan penarikan kesimpulan umum dari pernyataan atau data-data yang ada.
    Dibagi menjadi 2 :
    a. Generalisasi Sempurna / Tanpa loncatan induktif 
        Fakta yang diberikan cukup banyak dan meyakinkan.
        Contoh :
        - Jika dipanaskan, besi memuai.
        - Jika dipanaskan, baja memuai.
        - Jika dipanaskan, tembaga memuai.
       Jadi, jika dipanaskan semua logam akan memuai.
   b. Generalisasi Tidak Sempurna / Dengan loncatan induktif
       Fakta yang digunakan belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada.
       Contoh :
       Setelah kita menyelidiki sebagian bangsa Indonesia bahwa mereka adalah manusia yang suka bergotong-royong, kemudian kita simpulkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang suka bergotong-royong.
2. Analogi
    Merupakan penarikan kesimpulan berdasarkan kesamaan data atau fakta. Pada analogi biasanya membandingkan 2 hal yang memiliki karakteristik berbeda namun dicari persamaan yang ada di tiap bagiannya.
    Tujuan dari analogi :
    - Meramalkan kesamaan.
    - Mengelompokkan klasifikasi.
    - Menyingkapkan kekeliruan.
    Contoh :
    Dimas adalah pebisnis kuliner.
    Dimas berbakat di semua bidang bisnis.
    Cawi adalah pebisnis kuliner.
    Oleh sebab itu, Cawi berbakat di semua bidang hiburan.
3. Kausal
    Merupakan proses penarikan kesimpulan dengan prinsip sebab-akibat.
    Terdiri dari 3 pola, yaitu :
    a. Sebab ke akibat => Dari peristiwa yang dianggap sebagai akibat ke kesimpulan sebagai efek.
      Contoh : Karena terjatuh di tangga, Kibum harus beristirahat selama 6 bulan.
    b. Akibat ke sebab => Dari peristiwa yang dianggap sebagai akibat ke kejadian yang dianggap penyebabnya.
      Contoh : Jari kelingking Leeteuk patah karena memukul papan itu.
    c. Akibat ke akibat => Dari satu akibat ke akibat lainnya tanpa menyebutkan penyebabnya.

  • Metode Deduktif
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.

      Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.Contoh, jika meneliti konsumsi rumah tangga untuk minyak, maka sebelum turun ke lapangan yang dipersiapkan adalah teori konsumsi, permintaan dan penawaran barang, dll; pertanyaan yang akan diajukan sudah jelas dan hampir baku, sampelnya jelas, dll artinya sudah disiapkan semua tinggal cari data.

PROPOSISI

Proposisi merupakan kalimat logika yang  mana pernyataan tentang hubungan antara dua atau beberapa hal yang dapat dinilai benar atau salah. Ada yang mengartikan proposisi sebagai ekspresi verbal dari putusan yang berisi pengakuan atau penginkaran sesuatu (predikat) terhadap sesuatu yang lain (subjek) yang dapat dinilai benar atau salah.
Unsur-unsur proposisi:
  • Term subjek hal yang tentangnya pengakuan atau pengingkaran ditujukan. Term subjek dalam sebuah proposisi disebut subjek logis. Ada perbedaan antara subjek logis dengan subjek dalam sebuah kalimat. Tentang subjek logis harus ada penegasan/ pengingkaran sesuatu tentangnya.
  • Term predikat: isi pengakuan atau pengingkaran.
  • Kopula: menghubungkan term subjek dan term predikat.
Terdapat beberapa jenis proposisi, yakni:

a)      Proposisi Berdasarkan Bentuknya
Proposisi tunggal, merupakan proposisi yang terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Misalnya, saya makan; Andi bermain.
Proposisi majemuk, merupakan proposisi yang terdiri atas satu subjek dan lebih dari satu predikat. Misalnya, Anna belajar fisika dan mendengarkan musik; Bekham tur ke Asia dan bermain di Indonesia.

b)      Proposisi Berdasarkan Sifatnya
Proposisi Kategorial, proposisi yang hubungan subjek dan predikatnya tidak memerlukan syarat apapun. Misalnya, semua orang akan mati; semua hewan membutuhkan makan.
Proposisi Kondisional, proposisi yang pada hubungan subjek dan predikatnya memerlukan syarat tertentu. Misalnya, jika hari mendung maka akan turun hujan; jika Dina bangun kesiangan maka akan terlambat masuk ke sekolah.
Dalam proposisi kondisonal terbagi menjadi dua macam, yakni: proposisi kondisional hipotesis dan proposisi kondisional disjungtif atau mempunyai 2 pilihan alternatif.
Contohnya : jika hari ini tidak hujan, dia pasti akan menepati janjinya (hipotesis). Dia tidak jadi datang karena sibuk atau malas (disjungtif)

c)       Proposisi Berdasarkan Kualitasnya
Proposisi Positif, atau Afirmatif, merupakan proposisi yang predikatnya membenarkan subjek. Misal, semua profesor adalah orang pintar.
Proposisi Negatif, merupakan proposisi yang predikatnya tidak mendukung/ membenarkan subjek. Misalnya, tidak satupun tumbuhan memiliki kaki.

d)      Proposisi Berdasarkan Kuantitasnya,
Proposisi Umum (universal), adalah proposisi dimana predikat mendukung atau mengingkari semua subjek. Misalnya, semua mahasiswa harus mengerjakan tugas dari dosen.

Proposisi Khusus (partikular), adalah proposisi dimana pernyataan khusus mengiyakan yang sebagian subjek merupakan bagian dari predikat. Misalnya, sebagian murid di SD adalah anak orang kaya.

INFERENSI

Inferensi merupakan intisari informasi baru yang bersifat implisit dan eksplisit dari informasi yang diberikan (Cummings, 1999). Proses inferensi terjadi ketika dalam proses yang dapat digunakan oleh lawan bicara untuk memperoleh implikatur-implikatur dari ujaran penutur yang dikombinasikan dengan ciri konteks pada dasarnya merupakan proses inferensi. Konteks implikatur diperoleh bukan diberikan tetapi diciptakan. Hal ini merupakan pernyataan utama teori relevansi. (Cruse, 2000) berkomentar bahwa konteks yang benar untuk menginterpretasikan ujaran tidak diberikan sebelumnya, melainkan pendengar memilih konteks dengan sendirinya.

Inferensi terdiri dari tiga hal, yaitu inferensi deduktif, inferensi elaboratif, dan inferensi percakapan (Cummings, 1999). Lebih detail dijelaskan bahwa inferensi deduktif memiliki tiga tipe silogisme, yaitu ‘all’ dan ‘some’ baik afirmatif, maupun negatif. Inferensi deduktif memiliki kaitan dengan makna semantik. Implikatur percakapan, pra-anggapan, dan sejumlah konsep lain memuat kegiatan inferensi. inferensi dapat diperoleh dari kaidah deduktif logika dan dari makna semantik item leksikal. Inferensi menggunakan penalaran deduksi dalam kegiatan penalaran dan interpretasi ujaran.

Inferensi elaboratif sangat terkait dengan pengetahuan ekstralinguistik penutur bahasa. Inferensi ini menemukan adanya pengaruh pengetahuan dan informasi kognisi. Pada tahun 1991, pakar inteligensi artifisial  Johnson-Laird dan Byrne (dalam Cummings, 1999) merumuskan tahap deduksi dalam teori model-model mental adalah :
(a) premis dan pengetahuan umum,
(b) pemahaman,
(c) model,
(d) deskripsi,
(e) simpulan terduga,
(f) validasi, dan
(g) simpulan valid.

Inferensi elaboratif memiliki peran dalam interpretasi ujaran. Cummings (1999) menggambarkan adanya integrasi interpretasi ujaran dari tiga subkomponen yang berpa abstrak (pengetahuan dunia), abstrak (pengetahuan komunikatif), dan fungsional (interferensi elaboratif). Namun oleh ahli pragmatik, kajian terhadap kelompok-kelompok inferensi ini bisa saja diabaikan karena para pakar inferensi elaboratif sebagian besar dari kalangan psikologi. Pakar pragmatik mengabaikan inferensi elaboratif tersebut dengan alasan disipliner ilmu.

Inferensi percakapan dapat terjadi dalam tuturan/ percakapan. Grice (1975) dalam artikel ‘Logic and Conversation’ menyatakan bahwa tuturan dapat berimplikasi proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut, atau disebut implikatur percakapan. Grice  memandang bahwa proses yang digunakan untuk menemukan kembali implikatur dalam percakapan sangat kabur. Sperber & Wilson (1991) mengemukakan bahwa penjelasan Grice sendiri tentang proses derivasi (pemerolehan) agak luas. Untuk mengetahui implikatur percakapan harus diteliti meskipun dapat diahampi secara intuitif. Argumen merupakan manifestasi proses bawah sadar secara publik dapat digunakan pendengar untuk menemukan kembali implikatur percakapan.

IMPLIKASI

      Implikasi adalah sesuatu yang telah tersimpul atau disimpulkan didalam suatu penelitian.implikasi selalu dihubungkan dengan kesimpulan dan saran dalam sebuah penelitian. Implikasi berfungsi untuk membandingkan hasil penelitian yang baru saja dilakukan. Ada 3 jenis implikasi :
  1. Implikasi teoritis
Seorang penelitian menyajikan gambar secara lengkap mengenai implikasi teoritis dari sebuah penelitian dengan tujuan untuk meyakinkan penguji pada kontribusi ilmu pengetahuan maupun teori yang digunakan dalam menyelesaikan sebuah masalah penelitian.
  1. Implikasi manajerial
Peneliti menyajikan implikasi tentang berbagai kebijakan yang dihubungkan dengan berbagai macam temuan yang diperoleh dari sebuah penelitian. Implikasi ini dapat memberikan suatu kontribusi yang praktis untuk manajemen.
  1. Implikasi metodologi
Bersifat operasional dan mampu menyajikan refleksi penulis mengenai metodologi yang akan dipakai dalam penelitian yang telah dilakukan. Sebuah penelitian mampu menyajikan pendekatan-pendekatan yang bisa dipakai dalam sebuah penelitian lanjutan dan penelitian lain dengan fungsi mempermudah atau meningkatkan mutu dari penelitian itu sendiri.

EVIDENSI

Unsur yang paling penting dalam suatu tulisan argumentative adalah evidensi.  Pada hakikatnya evidensi adalah semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua informasi, atau autoritas dan sebagainya yang di hubung-hubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran.

Fakta dalam kedudukan sebagai efidensi tidak boleh dicampur adukkan dengan apa yang dikenal sebagai pernyataan dan penegasan. Pernyataan tidak mempunyai pengaruh apa-apa terhadap sebuah evidensi, ia hanya sekedar menegaskan apakah fakta itu benar atau tidak. Dalam argumentasi, seorang penulis boleh mengandalkan argumentasinya pada pernyataan saja, bila ia menganggap pendengar sudah mengetahui fakta-faktanya, serta memahami sepenuhnya kesimpulan-kesimpulan yang diturunkan daripadanya.

Dalam wujudnya yang paling rendah evidensi itu berbentuk data dan informasi. Yang dimaksud dengan data atau informasi adalah bahan keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu. Biasanya semua bahan informasi berupa statistik, dan keterangan-keterangan yang dikumpulkan, semuanya dimasukkan ke dalam pengertian data daninformasi. Untuk itu penulis atau pembicara harus mengadakan pengujian atas data dan informasi tersebut, apakah semua bahan keterangan itu merupakan fakta.

CARA MENGUJI DATA

Data dan informasi yang digunakan dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena itu perlu diadakan pengujian melalui cara tertentu sehingga bahan yang merupakan fakta itu siap digunakan sebagai evidensi. Dibawah ini beberapa cara yang dapat digunakan untuk pengujian tersebut.
  • Observasi
Fakta-fakta yang telah diajukan sebagai evidensi mungkin belum memuaskan seseorang pengarang atau penulis. Untuk lebih meyakinkan dirinya sendiri dan sekaligus dapat menggunakannya sebaik-baiknya dalam usaha menyakinkan para pembaca, maka kadang-kadang pengarang merasa perlu untuk mengadakan peninjauan atau observasi singkat untuk mengecek data atau informasi itu dan sesungguhnya dalam beberapa banyak hal pernyataan-pernyataan yang diberikan oleh seseorang, biasanya didasarkan pula atas observasi yang telah diadakan.
  • Kesaksian
Keharusan menguji data dan informasi, tidak selalu harus diakukan dengan observasi. Kadang-kadang sangat sulit untuk mengharuskan seseorang mengadakan observasi atas obyek yang akan dibicarakan. Kesulitan itu terjadi karena waktu, tempat, dan biaya yang harus di keluarkan. Untuk mengatasi hal itu penulis atau pengarang dapat melakukan pengujian dan meminta kesaksian atau keterangan dari orang lain, yang telah mengalami sendiri atau menyelidiki sendiri persoalan itu. Demikian pula halnya dengan penulis dan pengarang atau penulis, untuk memperkuat evidensinya mereka dapat mempergunakan kesaksian orang lain yang telah mengalami peristiwa tersebut.
  • Autoritas
Cara ketiga yang dapat dipergunakan untuk menguji fakta dalam usaha menyusun evidensi adalah meminta pendapat dari suatu autoritas, yakni pendapat dari seorang ahli, atau mereka yang telah menyelidiki fakta-fakta itu dengan cermat, memperhatikan semua kesaksian, menilai semua fakta kemudian memberikan pendapat mereka sesuai dengan keahlian mereka dalam bidang itu.

CARA MENGUJI FAKTA

Untuk menetapkan apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan penilaian. Penilaian tersebut baru merupakan penilaian tingkat pertama untuk mendapatkan keyakinan bahwa semua bahan itu adalah fakta, setelah itu harus dilakukan penilaian kedua yaitu dari semua fakta tersebut dapat digunakan sehingga benar – benar memperkuat kesimpulan yang akan diambil.
Cara yang diambil yaitu melalui :
  • Konsistensi
Dasar pertama yang harus dipakai untuk menetapkan fakta mana yang akan dipakai sebagai evidensi adalah konsistenan. Sebuah argumentasi akan kuat dan mempunyai tenaga persuasif yang tinggi, kalau evidensi-evidensinya bersifat konsisten, tidak ada suatu evidensi bertentangan atau melemahkan evidensi yang lain.
  • Koherensi
Dasar kedua yang dapat dipakai untuk mengadakan penilaian atau fakta mana yang dapat dipergunakan sebagai evidensi adalah masalah koherensi.Semua fakta yang akan digunakan sebagai evidensi harus pula koherendengan pengalaman-pengalaman manusia, atau sesuai dengan pandangan atau sikap yang berlaku.

CARA MENILAI  AUTORITAS

Penulis yang baik akan membedakan pula apa yang hanya merupakan pendapat saja atau pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan atas penelitian atau data eksperimental.
Melalui penilaian sebagai berikut :
  • Tidak mengandung prasangka
  • Pengalaman dan pendidikan autoritas
  • Kemansyuran dan prestise
  • Kohorensi dengan kemajuan

DAFTAR PUSTAKA







Tidak ada komentar:

Posting Komentar